Selasa, 21 Maret 2017

Potensi Ekowisata Yogyakarta

Dari   pernyataan   para   ahli,   ekowisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang ke tempat tertentu yang memiliki potensi-potensi pariwisata dengan tujuan untuk mencari suatu kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam jangka   waktu   sementara,   dan   kegiatan   ini   pun   nantinya   akan   meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara karena secara tidak langsung kegiatan ini akan memberikan peluang bagi seseorang atau masyarakat untuk memperoleh suatu   pekerjaan,   dan   hal  ini  pun   tentu   akan   mempercepat  laju  pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
              Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Yogyakarta adalah kota yang terkenal akan sejarah dan warisan budayanya. Yogyakarta merupakan pusat kerajaan Mataram (1575-1640), dan sampai sekarang terdapat Kraton (istana) yang masih berfungsi dalam arti yang sesungguhnya. Nama Ngayogyakarta terdiri dari 4 kata yaitu Ayodya, Hayu, Bagya, dan Karta. Ayodya berarti tempat, Hayu berarti cantik, Bagya berarti bahagia, dan Karta berarti makmur, jadi nama Ngayogyakarta berarti tempat yang cantik, bahagia, dan makmur. Di Yogyakarta terdapat garis lurus yang dinamakan dengan garis imajiner yang menghubungkan dari Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Keraton, Tugu, dan Gunung Merapi. Kota Yogyakarta terbagi menjadi 4 kabupaten dan satu kota madya yaitu Kabupaten Sleman, Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul serta satu kota madya yaitu Jogja. Kota Yogyakarta banyak mendapatkan julukan seperti Kota Pelajar, Kota Wisata, Kota Gudeg, Kota Budaya, Kota Sepeda, dll.


Potensi tempat wisata di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terbilang sangat lengkap, mulai dari ekowisata, wisata alam seperti pantai dan pegunungan, wisata sejarah, wisata religi, wisata belanja, wisata kuliner dan wisata budaya. Tak heran jika dalam kepariwisataan Indonesia, Jogja menempati peringkat kedua setelah Pulau Bali. Selain memiliki potensi wisata yang cukup lengkap, Jogja juga memiliki beberapa daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, beberapa daya tarik tersebut antara lain, iklim udara yang baik, pemandangan indah, budaya yang masih terpatri erat dengan masyarakatnya serta keramahan warganya. Satu hal yang cukup menarik di Jogja adalah modernisasi dan tradisional yang kental lebur dan membaur menjadi satu. Melihat potensi pariwisata Yogyakarta yang cerah, sudah semestinya jika pemerintah setempat mempertahankan, merawat dan mengelolanya dengan sebaik mungkin. Pertahankan budaya yang ada di Jogja, perawatan terhadap sistem budaya yang kompleks harus tetap dilakukan agar Jogja tidak kehilangan budayanya yang merupakan nyawa pariwisata Jogja. Kalau bicara tentang keinginan pribadi terhadap kota ini tentu banyak sekali, yang pasti saya ingin Jogja tetap berbudaya asli, pembangunan dan segala modernisasi sah sah saja masuk ke Jogja asalkan tidak sampai merubah total sifat dan wajah kota Jogja.
Selain memiliki tempat wisata yang beraneka ragam, di Jogja juga terdapat banyak sekali industri kreatif kerajinan tangan, sarana dan prasarana terkait kepariwisataan yang sangat memadai. Berbagai macam sarana tersebut antara lain, berbagai macam sistem akomodasi dan transportasi yang banyak tersebar disetiap wilayah Yogyakarta, tumbuhnya beraneka ragam jasa boga, biro wisata dan lain lain yang menunjang sistem kepariwisataan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta banyak sekali memiliki daya tarik wisata/atraksi wisata yang sangat menarik dan menjadi icon bagi kota Yogyakarta ini contohnya adalah Sekaten. Sekaten atau upacara Sekaten (Hanacaraka: ꧋ꦱꦼꦏꦠꦺꦤ꧀꧉, berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad SAW yang diadakan pada setiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul Awal tahun Hijriah) di Alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Upacara ini dahulu dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Yogyakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam. Pada hari pertama, upacara diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua set gamelan Jawa Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Iring-iringan ini bermula dari pendapa Ponconiti menuju masjid Agung di Alun-alun Utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara dari Masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud, selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton.
Acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun Nabi Muhammad SAW) mulai jam 08.00 hingga 10.00 WIB. Dengan dikawal oleh 10 macam bregada (kompi) prajurit KratonWirabraja, Dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero, Surakarsa, dan Bugis. Sebuah gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan, dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah didoakan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.
Di kota Istimewa ini masih terdapat moda transportasi yang bernuansa tradisional seperti Andong dan Becak. Para wisatawan dapat dimanjakan berkeliling kota Jogja dengan transportasi Becak atau Andong ini. Banyak sekali para wisatawan yang sangat tertarik menggunakan moda transportasi ini apalagi para wisatawan mancanegara. Untuk berkeliling kota Jogja ini para wisatawan tak banyak merogoh uang, hanya Rp 15.000 – 50.000 para wisatawan sudah bisa dimanjakan keindahan kota Jogja. Selain Andong dan becak di Yogyakarta sudah ada moda transportasi Trans Jogja (TJ). Para wisatawan yang bingung akan mengunjungi daerah wisata yang ada akan dimudahkan juga dengan adanya Trans Jogja ini. Harga untuk menaiki Trans Jogja cukup murah hanya Rp 3.500 ,- sudah bisa mencari tujuan yang akan dituju. Dengan banyaknya moda transportasi di Yogyakarta, tak heran jika kota ini memiliki sebutan yaitu Kota Andong dan Kota Becak.
Akomodasi menjadi salah satu penunjang pariwisata di Jogja. Dengan adanya Akomodasi yang sudah ada, para wisatawan tak khawatir lagi untuk mencari penginapan/akomodasi yang dekat dengan pusat kota maupun akomodasi dari hotel melati sampai bintang 5. Beberapa akomodasi yang ada di Yogyakarta diantaranya adalah : Serathon Hotel, Inna Garuda Hotel, Melia Purosani Hotel, KJ Hotel, Ambarukmo Hotel, Cavinton Hotel, dan masih banyak lagi. Masyarakat yang ada di daerah sekitar Hotel ini sangat diberuntungkan dengan adanya Hotel-hotel di Jogja ini. Banyak juga di Jogja ini restaurant, cafe, dll.
Di kota Jogja ini banyak memiliki makanan khas yang terkenal akan kelezatannya. Kuliner yang utama adalah Gudeg, Gudeg (ejaan bahasa Jawa: ꦒꦸꦝꦼꦒ꧀​, gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jatiyang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampungtelurtahudan sambal goreng krecek.
Satu lagi kekayaan kuliner yang menjadi ciri khas, adalah Kipo makanan khas yang berasal dari Kotagede yang merupakan sebuah wilayah di Kota Yogyakarta. Kipo sudah cukup dikenal sebagai manakan khas dengan rasa yang khas pula sebagai kudapan yang selalu menmanjakan lidah. Makanan ini biasa berbentuk lonjong berwarna hijau dan legit serta manis. Menurut tuturan orang-orang tua pembuat kipo di Kotagede disebutkan bahwa pada masa lalu orang sering menanyakan tentang jenis makanan ini dengan bertanya dalam bahasa Jawa,“Iki apa?” (Ini apa). Dari kalimat iki apa inilah kemudian berkembang menjadi akronim kipa. Jadi, mestinya nama kipo itu dituliskan kipa bukan kipo.


Kota Istimewa Yogyakarta ini memiliki banyak potensi ekowisata yang belum terkenal atau terjamah. Oleh karena itu pemerintah kota Yogyakarta tak tinggal diam, pemerintah terus berusaha untuk menggali lebih dalam agar obyek wisata dan ekowisata yang lain lebih terlihat atau terkenal dan dapat diterima oleh masyarakat luas.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar